Advertisement
Santri Ponpes API Tegalrejo Diajak Kelola MBG untuk Tangani Kemiskinan

Advertisement
Harianjogja.com, MAGELANG-- Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat, Muhaimin Iskandar mengatakan pesantren bisa menjadi motor penanggulangan masalah kemiskinan di Indonesia, salah satunya dengan ikut berpartisipasi dalam program makan bergisi gratis (MBG).
Hal itu diungkapkan menteri yang akrab disapa Cak Imin ini, dalam acara Halaqoh Kiai & Alim Ulama Nusantara dengan tema “Pesantren Sebagai Simpul Pengentasan Kemiskinan, Pemberdayaan dan Kemandirian Masyarakat" di Pondok Pesantren API Syubbanul Wathon Tegalrejo, Kabupaten Magelang, Senin (23/6/2025).
Advertisement
BACA JUGA: Operasi Aman Candi 2025 di Magelang, Polres Berhasil Ungkap 19 Kasus Paling Banyak Pungli
Cak Imin mengatakan kolaborasi semua pihak termasuk pesantren, diharapkan sebagai satu kesatuan menanggulangi kemiskinan, memberdayakan dan memandirikan masyarakat. "Mari kita sistematisir dan manage dengan sungguh-sungguh, output agar lebih baik dan kalau pesantren berjasa menjadi motor kemerdekaan maka ke depan pesantren menjadi motor penanggulangan masalah kemiskinan di masyarakat," katanya.
Hal ini menjadi upaya, yang membutuhkan ilmu, manajemen, kolaborasi, sinergi, sehingga muncul kepercayaan, saling menopang sehingga terbangun ekosistem. Ada kebutuhan, ada suplai, ada transaksi, ada produktivitas.
Bersama Badan Gizi Nasional (BGN), Cak Imin berharap yang terbangun adalah sinergi makan bergisi gratis. Pesantren punya produk pertanian yang langsung dibeli, langsung digunakan dan langsung menghasilkan. Upaya penanggulangan kemiskinan akan terus didorong agar pemerintah, masyarakat dan lembaga pendidikan khususnya pesantren menjadi satu kesatuan ekosistem yang cepat dan produktif.
Halaqah Ulama yang digelar tersebut, menurutnya, sangat strategis dalam menanggulangi agenda kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat. Tidak kurang dari 3,170 jiwa miskin ekstrem yang menjadi tanggung jawab pemerintah, 24 jiwa miskin relatif rentan miskin dan 60 juta rentang menuju miskin yang harus dipikirkan bersama-sama.
Kemandirian pangan menjadi langkah yang menjadi prioritas Presiden Prabowo Subianto, karena pangan menjadi ketahanan terdepan menghadapi persaingan antar negara. Kebutuhan sehari-hari yang tidak terpenuhi berujung ketidakbberdayaan sebagai bangsa dan akan berujung menjadi kemiskinan.
"Paling tepat memutus rangkai kemiskinan adalah pendidikan, memang perlu waktu. Pondok pesantren merupakan kekuatan yang memutus mata rantai kemiskinan melalui pendidikan yang murah bahkan gratis," sebutnya.
Pemerintah terus berupaya memutus mata rantai kemiskinan. Angka kemiskinan ekstrem 3,17 juta ditargetkan pada 2026 menjadi nol. Upaya ini membutuhkan sumber daya, untuk melakukan upaya di antaranya mengurangi jumlah pengeluaran rakyat warga miskin, menambah pendapatan dan merehab wilayah-wilayah miskin.
Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana yang hadir pada kesempatan tersebut mengatakan di Jawa Tengah harus ada 3670 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) dan saat ini baru beroperasional 173 SPPG.
"Masih banyak yang harus dibangun dan uang yang akan datang ke Jawa Tengah, Rp37 triliun dan uang itu sebagian besar akan digunakan membeli bahan baku untuk membuat makanan, 70% lebih bahkan 95% adalah produk pertanian. Ini akan membangkitkan daerah termasuk pesantren," katanya.
Dadan menyebut ada 3 fungsi paling besar dair pesantren, yaitu santrinya akan diberi makan, minimal satu kali sehari, dan kalau membangun satuan pelayanan maka BGN akan memberi insentif untuk penggunaan fasilitasnya. Ia mencontohkan jika satu SPPG melayani 4000 anak, dikalikan insentif Rp2000 per hari maka akan diperoleh Rp8 juta insentif dari BGN, padahal akan dilakukan 20 hari dalam satu bulan. Jika SPPG dibangun dengan sana hibah maka dalam dua tahun investasinya akan kembali.
"Yang terpenting adalah pasokan bahan baku karena untuk melayani sehari untuk melayani tiga sampai empat ribu anak, butuh 300 kg beras, 4000 telur dalam sekali masak, maka dibutuhkan ayam 5000 ayam yang bisa menghasilkan 4000 telur per hari. Butuh sayur, buah dan susu, butuh ratusan liter," paparnya.
Maka, menurutnya jika Ponpes Syubanul Wathon itu punya santri 17000 orang, minimal butuh lima SPPG. Jumlah kebutuhan ini tergolong besar, yang bisa menggerakkan ekonomi di sekitar pesantren.
"Bisa saja setelah salat tahajud, lanjut salat subuh, lanjut ngaji, paginya dua jam santri ke lapangan nanam beternak, siangnya sekolah, menghapal Quran, sorenya jam empat sampai jam enam ke lapangan menyiapkan kebutuhan untuk masak memasak. Jadi gizinya dapat, uang operasionalnya dapat, produktivitas wilayahnya juga dapat. Semua bermanfaat untuk pengembangan masyarakat," katanya.
Pengasuh Pondok Pesantren API Syubbanul Wathon, Muhammad Yusuf Chudlori menjelaskan Menko PM berupaya mensinergikan potensi kekuatan pesantren dengan berbagai pihak, yaitu pemerintahan dengan Baznas, pengusaha dan lainnya. "Upaya ini untuk bersinergi bersama sama melakukan percepatan pengentasan kemiskinan masyarakat," kata ulama yang akrab disapa Gus Yusuf tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Advertisement

Lion Air Buka Penerbangan Langsung YIA-Tarakan, Pariwisata Jogja Diproyeksikan Kian Maju
Advertisement
Berita Populer
Advertisement
Advertisement